CARA MEMBUAT SHOUT BOX:
1.Buka internet explorer dengan alamat www.oggix.com
2Klik button “GET IT NOW”
3.Akan muncul kotak dialog registrasi,isi pertanyaan
4.klik register
5.Isi alamat e-mail dan password,klik login
6.Klik install shout box pada kotak sebelah kiri
7.Klik tombol HTML code shout box
8.Atur konfigurasi
9.Klik next
10.Pilih type shout box sesuai pilihan dengan klik “choose this”
11.Pilih warna shout box sesuai keinginan dengan klik “choose this”
12.Pilih template shout box
13.Buka alamat blog anda melalui blogger.com
14.Klik tombol lihat blog
15.Klik tombol kustomisasi
16.Klik tombol tambahkan elemen halaman
17.Pilih HTML /java script
18.Copy dan paste kode html pada oggix ke halaman html mu
19.Klik tombol simpan perubahan
CARA MEMBUAT DOMAIN
1.Buka www.co.nr
2.Isi kotak dengan nama blogspot Klik “chek”
3.Klik “I want to sign up for this domain”
4.Klik next step
5.Beri tanda centang pada”I have read and understood everything mentioned above and I agree with the terms of service”
6.Klik “I have read and I agree”
7.Maka muncul kotak dialog, isi pertanyaan
8.Klik next step
9.Maka muncul kotak dialog dan isilah
10.Klik next step
11.Klik completed
12.Aktifkan account, dengan membuka e-mail anda
13.Buka pesan dari “admin@co.nr”
14.Copy “activation code”
15.Klik alamat domain untuk mengaktifkan domain co.nr
16.Isi kotak dialog
17।Paste “activation code”
18।Klik “activate”
CARA MEMBUAT PROGRAM PUTTY:
1. Masuk ke internet explorer
2. Masuk ke alamat ftp://10.18.5.245
3. Setelah masuk, double klik pup
4. Pilih putty.exe double klik
5. Klik run pada kotak dialog
6. Setelah selesai program putty akan muncul di desktop
CARA MEMBUAT WEBSITE:
1. Double klik putty pada desktop
2. Muncul kotak dialog, klik run
3. Pada host name diisi 10.18.5.245
4. Pilih SSH
5. Klik open
sampai pada login us
a. Tulis nama pengguna, tekan enter
b. Isikan pasword sesuai nama pengguna, tekan enter
c. Setelah itu tulis mkdir public_html, tekan enter
d. Tulis chmod 755 /home/nama pengguna, tekan enter
e. Tulis cd public_html/, tekan enter
f. Tulis chmod 777 /home/nama pengguna/public.html/,tekan enter
g. Tulis mcedit index.html,tekan enter
Muncul kotak index html, isi.
Sabtu, 27 Oktober 2007
Kamis, 25 Oktober 2007
Artikel
Hasil survei Transparency International Indonesia (TII) tentang
persepsi masyarakat bahwa DPR dan parpol merupakan lembaga terkorup
telah menimbulkan kontroversi. Ketua DPR dan Ketua MPR mempersoalkan.
Sebenarnya hasil survei tersebut "benar" dari satu segi dan
"salah" dari segi lain. Dengan metodologi yang ketat dan dikerjakan
oleh lembaga yang kredibel seperti Gallup dan TII dapat dipastikan
hasil survei tersebut benar bahwa ?menurut persepsi masyarakat? DPR
dan parpol merupakan lembaga terkorup. Tetapi jika dikaitkan dengan
"fakta kuantitatif" tentang kasus korupsi dapat dipastikan bahwa
persepsi tersebut ?salah.? Jadi memang benar ada persepsi di
masyarakat, tapi persepsi tersebut salah jika dikaitkan dengan fakta.
Sangatlah tak masuk akal kalau DPR dan parpol itu dikatakan paling
korup menurut UU sebab anggaran DPR tak sampai satu persen dari
seluruh APBN yang seumpama dikorupsi semua pun tak akan menjadi
korupsi terbesar; sementara parpol tidak mengelola uang negara kecuali
bantuan sesuai dengan suara hasil pemilu yang jumlahnya tak seberapa.
Tapi persepsi masyarakat bahwa DPR dan parpol itu terkorup
memang bisa muncul jika memakai ukuran perilaku korupsi
nonkonvensional; bukan korupsi konvensional atas uang negara yang
menurut UU ukurannya adalah melawan hukum, menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau korporasi, dan merugikan keuangan negara. Karena
pemberitaan gencar di media massa, yang banyak dilihat oleh masyarakat
dari perilaku korupsi di DPR dan parpol adalah percampuradukan antara
korupsi nonkonevesional dan korupsi konvensional yang diakumulasikan
begitu saja sehingga menjadi persepsi.
Perilaku korupsi di DPR dan parpol yang dicampuradukkan itu
misalnya, minta disponsori pemerintah untuk kegiatan yang tidak
penting, mengubah sikap kritis menjadi akomodatif asalkan mendapat
secara diam-diam, memeras mitra kerja untuk menyikapi satu isyu,
arogan dan minta dilayani secara berlebihan, mencari-cari peluang
untuk studi banding yang sebenarnya tak perlu, tak sensitif terhadap
persoalan masyarakat, parpol memungut uang yang tak wajar untuk
rekomendasi pencalonan pilkada, minta diperlakukan dengan protokoler
resmi dalam kegiatan yang bersifat pribadi, mencampuraduk urusan
partai dengan urusan DPR, berselingkuh, dan sebagainya. Semua itu
adalah perilaku korupsi meskipun tidak selalu korupsi konvensional.
Akumulasi atas perilaku itulah yang menimbulkan persepsi bahwa DPR dan
parpol merupakan lembaga terkorup.
Dengan demikian jika hanya diukur berdasar korupsi konvensional
yakni yang berkaitan dengan besaran uang dan tugas negara menurut UU
pastilah DPR dan parpol "bukan lembaga terkorup". Faktanya, ada
ratusan anggota DPR/DPRD yang didakwa dan dihukum melakukan tindak
pidana korupsi tetapi jumlah keseluruhan uang yang dikorupsi
dipastikan tidak sampai 10% dari dana kasus korupsi yang didakwakan
dan dihukumkan kepada satu (saja) kasus terbesar dari korupsi-korupsi
yang terjadi di eksekutif.
Alahasil DPR dan Parpol memang mungkin menjadi lembaga paling
korup secara nonkonvensional, tetapi tidak secara konvensional. Yang
sewot dengan hasil survei TII itu sebenarnya mereka yang tak
membedakan antara persepsi dan fakta dan antara korupsi konvensional
dan korupsi nonkonevensional.
persepsi masyarakat bahwa DPR dan parpol merupakan lembaga terkorup
telah menimbulkan kontroversi. Ketua DPR dan Ketua MPR mempersoalkan.
Sebenarnya hasil survei tersebut "benar" dari satu segi dan
"salah" dari segi lain. Dengan metodologi yang ketat dan dikerjakan
oleh lembaga yang kredibel seperti Gallup dan TII dapat dipastikan
hasil survei tersebut benar bahwa ?menurut persepsi masyarakat? DPR
dan parpol merupakan lembaga terkorup. Tetapi jika dikaitkan dengan
"fakta kuantitatif" tentang kasus korupsi dapat dipastikan bahwa
persepsi tersebut ?salah.? Jadi memang benar ada persepsi di
masyarakat, tapi persepsi tersebut salah jika dikaitkan dengan fakta.
Sangatlah tak masuk akal kalau DPR dan parpol itu dikatakan paling
korup menurut UU sebab anggaran DPR tak sampai satu persen dari
seluruh APBN yang seumpama dikorupsi semua pun tak akan menjadi
korupsi terbesar; sementara parpol tidak mengelola uang negara kecuali
bantuan sesuai dengan suara hasil pemilu yang jumlahnya tak seberapa.
Tapi persepsi masyarakat bahwa DPR dan parpol itu terkorup
memang bisa muncul jika memakai ukuran perilaku korupsi
nonkonvensional; bukan korupsi konvensional atas uang negara yang
menurut UU ukurannya adalah melawan hukum, menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau korporasi, dan merugikan keuangan negara. Karena
pemberitaan gencar di media massa, yang banyak dilihat oleh masyarakat
dari perilaku korupsi di DPR dan parpol adalah percampuradukan antara
korupsi nonkonevesional dan korupsi konvensional yang diakumulasikan
begitu saja sehingga menjadi persepsi.
Perilaku korupsi di DPR dan parpol yang dicampuradukkan itu
misalnya, minta disponsori pemerintah untuk kegiatan yang tidak
penting, mengubah sikap kritis menjadi akomodatif asalkan mendapat
secara diam-diam, memeras mitra kerja untuk menyikapi satu isyu,
arogan dan minta dilayani secara berlebihan, mencari-cari peluang
untuk studi banding yang sebenarnya tak perlu, tak sensitif terhadap
persoalan masyarakat, parpol memungut uang yang tak wajar untuk
rekomendasi pencalonan pilkada, minta diperlakukan dengan protokoler
resmi dalam kegiatan yang bersifat pribadi, mencampuraduk urusan
partai dengan urusan DPR, berselingkuh, dan sebagainya. Semua itu
adalah perilaku korupsi meskipun tidak selalu korupsi konvensional.
Akumulasi atas perilaku itulah yang menimbulkan persepsi bahwa DPR dan
parpol merupakan lembaga terkorup.
Dengan demikian jika hanya diukur berdasar korupsi konvensional
yakni yang berkaitan dengan besaran uang dan tugas negara menurut UU
pastilah DPR dan parpol "bukan lembaga terkorup". Faktanya, ada
ratusan anggota DPR/DPRD yang didakwa dan dihukum melakukan tindak
pidana korupsi tetapi jumlah keseluruhan uang yang dikorupsi
dipastikan tidak sampai 10% dari dana kasus korupsi yang didakwakan
dan dihukumkan kepada satu (saja) kasus terbesar dari korupsi-korupsi
yang terjadi di eksekutif.
Alahasil DPR dan Parpol memang mungkin menjadi lembaga paling
korup secara nonkonvensional, tetapi tidak secara konvensional. Yang
sewot dengan hasil survei TII itu sebenarnya mereka yang tak
membedakan antara persepsi dan fakta dan antara korupsi konvensional
dan korupsi nonkonevensional.
Langganan:
Postingan (Atom)